Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ANJING GALAK, ORANG GILA DAN PENCAPAIAN REKOR

Percayakah anda bahwa semakin tinggi rasa takut, semakin dekat pada pencapaian rekor?

[Dikutip dari pengalaman seseorang, dan beliau telah setuju untuk di publish]

”Kau harus lari sekitar satu jam setiap pagi. Badanmu terlalu pendek. Masa lulus SMP hanya 140 sentimeter. Lihat abangmu si Kin, sejak datang ke Medan dan selalu lari pagi sudah naik 20 senti, menjadi 165 senti”. Itulah kata abang nomor satu ketika hari-hari pertama saya datang untuk sekolah di Medan. Itu pula yang membuat saya harus mengikuti abang Kin mengelilingi lapangan Gajah Mada Medan setiap pukul setengah lima hingga setengah enam pagi.


Sebetulnya saya malas lari pagi, karena setiap kali lari pagi, maka siangnya pasti akan mengantuk pada jam pelajaran ke 6-7 di sekolah. Sayangnya, abang nomor satu pasti menghukum saya kalau tidak lari pagi. Sekitar jam setengah lima, abang itu akan menyiram kepala saya dengan seember besar air dingin di atas tempat tidur. Bila hal itu terjadi maka tikar dan dipan pasti banjir, dan saya harus membersihkannya sebelum berangkat ke sekolah. Ufhh, anak ketujuh,.....nasib....nasib.

Karena ”terpaksa” saya sering berangkat lari pagi dalam kondisi masih ngantuk berat. Beberapa kali malah tertidur di bawah pohon dan terbangun setelah abang Kin selesai lari pagi.

Suatu waktu, abang Kin mengajak, ”Ayo, pakai sepatumu, kita lari pagi”. Setelah pakai sepatu dan pakaian olah raga ala kadarnya, saya mengikuti abang Kin keluar dari rumah. Saking ngantuknya, saya ”mampu” berjalan sesuai jalur mengikuti abang Kin. Saya juga tahu kalau abang Kin berkali-kali jalan mundur memeriksa apakah saya masih berjalan atau tidak. Tiba-tiba dia berteriak, ”Heeey, Tun ....lihat anjing itu...!”.

”Buuukk”, abang Kin melempar anjing herder milik Pak Marpaung, orang kaya di Jalan Darusalam. ”Ghug, ghug, ghug, ... arrhhrgrg, ghuk, ghuk,...arrhhrgr”, gonggong anjing sambil melompat-lompat menabrak pagar. Kali ini saya betul-betul terbangun dan lari dengan kencang. Sambil tertawa-tawa, abang Kin melesat di depan saya. ”Lihat si Marpaung itu...... dia kejar kau di belakang membawa clurit”, teriaknya, saya semakin ketakutan.

Tentu saja Pak Marpaung tidak terlihat di belakang. Yang terdengar hanya suara anjing yang membangunkan orang se-RT. Itulah yang membuat saya betul-betul bangun dan lari, agar tidak dituduh sebagai biang kerok. Yang sangat berkesan adalah bahwa pagi itu menjadi hari pertama bagi saya saya ”benar-benar” lari pagi.

Setelah kejadian ”anjing Pak Marpaung” itu, hanya satu dua hari saya bisa berlari pagi sungguhan. Hari-hari selanjutnya, lari pagi sambil ngantuk berlangsung dengan sukses. Bahkan suatu pagi, abang nonor satu tiba-tiba mengetok kepala saya karena tertangkap basah sedang asyik tidur tersandar di bawah pohon di pinggir jalan. ”Kurasa ada saraf kau yang terjepit. Masa sudah berkali-kali lari pagi masih ngantuk juga?” atau mulutmu harus di lumuri andaliman agar langsung hidup (rasa andaliman pedas aneh, bisa membuat lidah kelu dan air liur meleleh tanpa henti), katanya.  Sayapun berusaha lari menjauhinya.

Beberapa hari setelahnya, kami keluar rumah terlalu pagi. Jalanan masih sangat sepi, karena masih kira-kira jam empat subuh. Hanya becak mesin yang sesekali lewat mengantarkan tukang sayur atau tukang kue ke pasar Pringgan. Dalam kondisi ngantuk saya berusaha mengikuti abang Kin. Tiba-tiba terdengan suara, ”Bug. Haaarggg........”. Ternyata abang Kin melempar orang gila pakai kaleng susu. Sambil berlari abang Kin berteriak, ”Awas... orang gila mengejar kau ... cepat lariii...”. Benar saja, orang gila yang biasa gentayangan sepanjang jalan Darusalam itu berlari kencang ke arah saya.

Saya berlari sangat kencang, bagaikan anak panah lepas dari busurnya. Hebat, rute berlari saya secara otomatis mengarah ke lapangan Gajah Mada. Orang gila itu rupanya bisa juga berlari kencang, bahkan sangat kencang ke arah saya. Kali ini kecepatan saya luar biasa karena bisa mengejar becak mesin di depan.

Sambil berlari, saya pungut balok kayu yang ada di jalanan untuk cadangan membela diri kalau-kalau orang gila mendekat. Satu dua kali keliling lapangan, tiba-tiba orang gila itu hilang dari pandangan. Gawat. Saya tak tahu di mana dia berada. Mata saya nanar mengitari lapangan. Saya pilih untuk masuk ke tengah lapangan dengan posisi siaga karena tak tahu harus lari ke arah mana.

”wah gawat ini, bagaimana ini...”, kata hati saya. Kalau anjing yang mengejar, mungkin bisa saya pukul pakai balok ini. Lha ini orang gila .....

Tiba-tiba saya senang dan bergumam,”Nah, ini dia... saya lolos”. Ternyata orang gila itu masih saja berlari, tetapi mengejar orang lain yang warna kausnya mirip dengan yang saya pakai. Saya mengambil peluang itu untuk kabur dengan langkah seribu. Anehnya, saya masih bisa berlari secepat ketika dikejar orang gila itu. Itulah rekor kecepatan berlari yang pernah saya capai sepanjang ”karir” berlari ....

Kini ada bayangan: ”Ancaman abang bisa memaksa bangun dan keluar lari pagi, gonggongan anjing memaksa untuk benar-benar lari pagi dan kejaran orang gila mendorong saya untuk mencapai rekor berlari ....”

Posting Komentar untuk "ANJING GALAK, ORANG GILA DAN PENCAPAIAN REKOR"